Bagaimana Cara Rakyat Aceh Membeli Pesawat Seulawah?

Pesawat Seulawah saat mengangkut pasukan Pemerintah Birma di Rangoon | Foto: Arsip Samudrapost.com
Jauh sebelum ditemukan gas alam, Aceh sudah dikenal sebagai daerah pemodal. Tahun 1978 merupakan ekspor gas alam pertama dari Arun ke Jepang, tapi sejak masa Revolusi Kemerdekaan, daerah yang terletak di ujung pulau Sumatera itu sudah dikenal menjadi pemodal.
Sebagaimana dikutip dari buku yang berjudul Pertamina Peduli Pembangunan Daerah Istimewa Aceh, yang ditulis oleh Jamaluddin Ahmad dan diterbitkan pada tahun 2001 menyebutkan, ketika Negara Republik Indonesia mulai terancam akibat Agresi Belanda, pada 21 Juli 1947 dan 19 Desember 1948.
Masyarakat Aceh turut memberikan dukungan yang besar untuk negara kesatuan Indonesia yang baru saja diproklamirkan tersebut, faktanya membuktikan kalau Aceh merupakan sebagai satu-satunya wilayah yang tidak dapat diduduki Belanda.
Tanggal 15 hingga 20 Juni 1948, ketika itu Presiden Soekarno melakukan kunjungan kerja ke Banda Aceh dan melakukan kosolidasi, serta meminta dukungan dari masyarakat Aceh. Kala itu sang Proklamator juga mengelar pertemuan dengan saudagar-saudagar Aceh.
Kelompok saudar itu tergabung dalam Gabungan Saudagar Indonesia Daerah Aceh (Gasida) di Hotel Kutaraja tanggal 16 Juni 1948. Dalam pertemuan yang hangat itu, Presiden Soekarno meminta saudagar Aceh bersedia membeli sebuah pesawat Dakota dengan harga M $ 120.000 per unit, yang dibutuhkan oleh negara untuk misi diplomatik luar negeri.
Maka permintaan Presiden Soekarno tersebut mendapatkan respon yang baik dari pengusaha Aceh kala itu, sehingga Gasida langsung menunjuk T. M. Ali Panglima Polim sebagai ketua pengumpulan dana di Banda Aceh.
Kala itu para pengusaha Aceh melakukan aktivitas perniagaan ekspor impor dengan semenanjung Malaya, sehingga T. Manyak, Kepala Perwakilan NV. Permai Pulau Penang, sebagai penggalang dana pengusaha Aceh di daerah setempat.
Hanya terhitung dalam rentang waktu dua, maka panitia pengumpulan dana tersebut, mampu mengumpulkan dana sebesar M $ 260.000 Straits Dollar, kemudian dana itu diserahkan kepada Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) Komodor Suryadarma di Yogyakarta dan Wiweko di Rangoon.
Maka pesawat Dakota tersebut diberinama dengan Seulawah dan menjadi cikal bakal pesawat AURI dan Garuda Indonesia.
Sebagai ungkapan terimakasih atas bantuan rakyat Aceh, maka pada tahun 1984, Direktur Utama Garuda Indonesia Airways, Wiweko telah menyerahkan replika pesawat Dakota kepada Pemerintah Aceh. Kini berada di lapangan Blang Padang, Banda Aceh.|Agam|